Mengenai Saya 089661217321

advertisement

Powered by Blogger.

philosophy

philosophy

FILSAFAT HUKUM DAN POLITIK HUKUM

http://filsafattijani.blogspot.co.id/2015/12/filsafat-hukum-dan-politik-hukum.html



Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatarbelakangi proses peembentukan hukum dan kebijakan suatu bidn tertentu , sekaligus mempengruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan yang terkait dalam bidang tersebut dan mengaplikasikan ketentuan-ketentuan produk hukum, kebijakan, dan menentukan kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tataran praktis dan operasional. Dengan kata lain politik hukum adalah aktifitas menentukan pilihan mengenai tujuan dan tatacara yang hendak dipakai untuk mencapai tujuan hukum dalam masyarakat.
Hukum dan politik sebagai subsistem kemasyarakatan bersifat terbuka sehingga keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh subsistem lainnya dan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Walalupun hukum dan politik mempunyai fungsi dan pembenaran berbeda, namun keduanya tidak saling berkontribusi sesuai dengan fungsinya untuk menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam masyarakat yang terbuka dan relatif stabil, sistem hukum dan politiknya selalu dijaga keseimbangannya, disamping sistem-sistem lainnya yang ada dalam masyarakat.
Hukum memberikan kompetensi untuk para pemegang kekuasaan politik berupa jabatan dan wewenang yang sah untuk melakukan tindakan politik apabila perlu menggunakan sarana pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang nyata bagi kekuasaan politik untuk mengambil keputusan dan tindakan sebagai rekayasa sosial dengan tertib. Dipihak lain, hukum tidak efektif kecuali mendapatkan  pengakuan dan diberi sanksi oleeh kekuasaan politik. Hukum adalah kekuasaan yang terdiri atas tubuh undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan politik. Hukum memberikan dasar legalitas bagi kekuasaan politik dan kekuasaan politik membuat hukum menjadi efektif. Dengan kata lain hukum adalah kekuasaan yang diam dan politik adalah hukum yang in action dan kehadirannya dirasakan dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Hukum dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik. Demikian juga sebaliknyarealitas hubungan hukum dan politkk tidak sepenuhnya ditentukan oleh prinsip-prinsip yang diatur dalam sistem konstitusi, tetapi lebih ditentukan oleh komitmen rakyat dan elite politik untuk bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut seseai dengan semangat jiwanya. Penyelewengan prinsip-prinsip hukum terjadi karena politik cenderung mengkonsentrasikan ditangannya memonopoli alat-alat kekuasaan  demi tercapainya kepentingan politik tertentu. Jika keputusan seorang pemimpin, betapapun sewenang-wenang ataupun tidak berhubungan dengan peraturan tertentu, diterima oleh para pengikutnya, sehingga kekuasaan itu mempunyai kekuatan politik yang sah. Dengan memonopoli penggunaan alat-alat kekuasaan dan mengondisikan penerimaan oleh masyarakat, politik mampu menciptakan kekuasaan efektif tanpa memerlukan legalitas hukum.
Hukum tidak ditempatkan pada posisi sentral proses input dan output sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam perjalanan sejarah bangsa indonesia, hubungan hukum dan politik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip  yang diamanatkan dalam UUD 1945 sering terjadi. Pembukaan UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan Susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Penjelasan umum UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan negara dengan jelas menetukan bahwa negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka serta pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi ( hukum dasar) tidak bersifat absolutisme ( kekuasaan yang tidak terbatas).
 Univikasi merupakan ebrkalunya satu sistem hukum bagi setiap orang pada kesatuan kelompok sosial atau negara. Dalam pelaksanaan poliitik hukum unifikasi tidak dapat sepenuhnya. Kekuasaan negara untuk melakukan unifikasi hukum tetap terbatas. Bahkan,  dalam negara yang menganut sistem hukum politik totaliter sekalipun, tidak begitu saja dapat menghapuskan keanekaragaman hukum yang hidup dan berkembanga diwilayah kekuasaannya. Selain keterbatasan kemampuan negara, hukum dalam kenyataan tidak semata-mata terdapat dalam masyarakat. Hukum hakikatnya adalah aturan atau ketentuan yang merupakan hasil interelasi sistem sosial politik yang terkait dalam rantai sejarah,  nilai nilai dalam masyarakat, perilaku elite kekuasaan dan pengaruh nilai-nilai dari luar wilaya kekuasaan.
Dala polotik hukum unifikasi, perundang-undangan adalah cara mengambil nilai-nilai dari pluralisme hukum yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat menjadi hukum positif negara,  sehingga hukum yang dilahirkan dapat diterima oleh  seluruh warga negara sebagai energi positif dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
Lihat juga : Manfaat Filsafat Hukum
Sumber :
Juni, Erfan Helmi. 2012. Filsafat Hukum. Bandung : CV Pustaka Setia

EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT




Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal mual, susunan, metode-metode, dan sah nya suaatu pengetahuan. Epistemologi menjadikan sebagai objek kajiaanya. Ilmu ini akan selalu bersentuhan dengan hal-hal yang berkaitan dengan mengetahuan, misalnya apa sumber pengetahuan, bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan, dan apa alat ukur kebenaran sebuah pengetahuan.
Dalam sejarah kemunculan epistemologi, pendapat sumber pengetahuan yang terbaik adalah persepsi, memori, dan kesadaran yang kadang-kadang disebut dengan instrospeksi, dan akal yang kadang-kadang disebut dengan intuisi. Beberapa penulis berpendapat bahwa sumbaer pengetahuan adalah pengalaman dan akal. Pengetahuan menjadi persoalan yang penting dalam bidang kefilsafatan, oleh karena itu sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan kefilsfatan yang lain, perlu diperhatikan bagaimana dan dengan sarana apakah sebuah pengetahuan diperoleh. Seseorang baru dapat dianggap mempunyai seuatu pengetahuan setelah iia meneliti pertanyaan-pertanyaan epistemologi.
Ada dua macam pengetahuan, pertaman pengetahuan dengan lukisan (knowledge by description), yakni pengetahuan dengan fakta yang didapatkan daeri respon terhadap benda-benda atau kejadian-kejadian yang terjadi. Fakta ini akan diekspresikan secara akurat oleh ilmu alam. Kedua, pengetahuan dengan perkenalan, yakni sebuah penghargaan, semacam pengetahuan batin seseorang. Pengetahuan ini diperoleh  melalui pengalaman.
Sedangangkan Plato membagi pengetahuan menjadi empat jenis antara lain : pertama, pengetahuan yang paling rendah yang diebut Eikasia ( pengetahuan Khayali). Jenis pengetahuan ini merupakan jenis pengetahuan yang objeknya berupan bayang-bayang atau gambaran tentang objek semata. Pengetahuan ini berisi berupa hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan, kesukaan, serta kenikmatan yang diharapkan  subjek yang mengetahui hl tersebut. Kedua, pengetahuan pistis atau pengetahuan substansial. Pengetahuan ini mengenai hal-hal yang tampak dalam duania kenyataan. Pengetahuaan jenis ini mendekati tingkat kepastian walalupun kepastian yang sangat pribadi atau kepastian subjektif. Pengetahuan substansial memiliki nilai kebenaran apabila memiliki syarat bagi perbuatan mengetahui, artinya tidak ada kelainan dalam diri subjek ataupun keajegan yang melekat pada objek. Ketiga, idea. Yakni jenis pengetah yang hampir sama dengan jenis pengetahuan pikir, tetapi tidak lagi memuat hipotesis yang dibutuhkan, melainkan dengan metode dialog yang sifat nya esoterik. Pengetahuan yang dicapai pada tinggakan ini berupa Neosis atau biasa disebut Episteme. Pengetahuan Episteme adalah pengetahuan yang isinya kebenaran, dan pegetahuan ini hanya dapat dicapaioleh para bijak atau pafa filsuf karena pengetauan ini berisi kebenaran, kebaikan, keindahan dan keadilan. Sebagaimana telah dibahas diatas bahwa epistemologi mempunyai 3 permasalahan pkok yakini mengenai asal pengetahuan, dari mana datangnya pengetauan yang benar. Kemudian bagaimana memperoleh pengetahuan itu dan apa standar pengetahuan itu dianggap benar.
Dalam ajjaran filsafat timur, pengetahuan lebih menekankan pada sifat yang ada pada diri sendiri dan realitas yang mengatasi dunia empiris. Selain itu, filsuf timur juga lebih mengutamakan sifat-sifat yang ada dalam diri benda dari pada sifat yang diluar benda. Mereka tidak hanya ingin melihat, tetapi ingin yang nyata. Bagi mereka filsafat adalah pandangan hidup, suatu pengalaman hidup, sehingga mereka mudah menerima pengalaman dan kesaksian dalam sejarah dan juga hal-hal yang bersifat pengalaman batin ( intuisi). Dalam hal ini dipentingkan disiplin yang bersifat intelektual, moral, emosional dan fisik. Dalam pustaka indonesia istilah pengetahuan sering dicampradukkan dengan istilah ilmu atau ilmu pengetahuan ( science) sementara makna kata science secara analitik juga sering dikacaukan.
Sebagai cabang filsafat, epistemologi mulai dibicarakan sejak filsafat plato. Plato berusaha menjelaskan tentang apa sebenarnya pengetahuan yang sesungguhnya yang dapat dicapai oleh manusia. Plato menjelaskan secara rinci tentang epistemologi dalam karnya nya yang berjuduul “Republik” dan “Theatetus”. Kedua buku tersebut menjelaskan teori pengetahuan secara lengkap dan baik mengenai objek kajian, alat untuk memperolehnya, maupun bentuk atau jenis pengetahuan serta nilai dan ukuran kebenaran pengetahuan tersebut. Kata kunci yang harus dipegang dalam mengkaji epistemologi adalah mengacu pada makna katanya, episteme ( pengetahuan) dan logos ( ilmu). Ilmu yang mengkaji tentang mengetahuan yakni mengenai dari mana asal pengetahuan pengetahuan tersebut, bagaimana cara memperolehnya, serta ukuran  kebenaran pengetahuan yang diperoleh pengkaji pengetahuan.

HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS


Profil Habermas.
http://filsafattijani.blogspot.co.id/

Jurgen Habermas adalah seorang anggota paling terkenal dari generasi kedua madzhab frankrut dibidang penelitian sosial. Ia lahir pada tahun 1929 di Dusseldrof, Jerman. Sebagaimana anggota lainnya dalam madzhab franfurt,  Habermas sangat dipengaruhi karya Hegel dan Marx. Meskipun demikian,tidak seperti Adorno dan Horkheimer, Habermas menolak teori Marx tentang teori seperti juga pesimisme kultural yang ada pada generasi pertama madzhab Frankfurt.[1] Salah satu ciri dari madzhab franfurt adalah sebagai madzhab kritis yang mencoba menelusuri tabir hegemoni kehidupan. Oleh karena itu, Habermas mengupayakan kritik terhadap realitas sosial dengan metode penafsiran (hermeneutik) dengan menggali makna bahasa dengan metode komunikatif.
Hubungan Habermas dengan generasi pertama madzhab Frankfurt adalah bahwa Habermas lebih berorientasi pada kajian bahasa sebagai pendekatan kritis. Sehingga Habermas mampu berkomunikasi terhadap budaya sosial. Pada prinsipnya madzhab frankfurt adalah sebuah gerakan neo marxis. Ia merupakan bentuk kelanjutan dari filsafat marxis. Teori kritis sendiri tak bisa lepas dari teori konflik yang telah diintridusir oleh Marx. Begitu juga dengan Habermas. Selain Marx Habermas juga terpengaruh oleh dialektikanya hegel. Dialektika bagi Habermas, merupakan sesuatu yang dianggap benar apabila dilihat dari totalitas hubungannya. Hubungan ini disebut negasi. Artinya hanya melalui negasilah kita bisa menemukan keutuhan dan keseluruhan. Dalam dialektika, apapun yang ada dianggap sebagai kesatuan dari yang berlawanan. Negasi ini ditangan Habermas ditransformasikan menjadi filsafat kritis.
Jurgen Habermas dengan Teori Kritisnya menawarkan pemahaman baru yang dikembangkan lewat masyarakat kritis emansipatoris. Semua pemikiran-pemikirannya sangat terlihat mengerucut pada keinginannya untuk menempatkan modernitas sebagai realitas empiris yang harusnya dapat memberdayakan kehidupan masyarakat, dan bukan sebaliknya. Habermas merumuskan teori itu sebagai dasar epistemologisnya dengan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan kepentingan kognitif, sehingga posisi ilmu pengetahuan tidak pernah bebas nilai, ilmu pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh sosial politik (ideologi), kekuasaan, dan kepentingan, termasuk juga oleh kelompok teori kritis yang didorong oleh kepentingan emansipatoris.
Hermeneutik Habermas
Untuk memahami pemikiran Jürgen Habermas terlebih dahulu harus dipahami latar belakang yang mempengaruhi teori-teori pemikirannya. Bisa dipastikan bahwa Habermas sangat dipengaruhi oleh warisan intelektual Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan Teori Kritisnya, sejak tahun 30-an Habermas sudah tertarik dan mengkaji gaya karya-karya Hokheimer dan Adorno. Ternyata dikemudian hari teori Mazhab Frankfrut ini tidak saja menentukan gaya pikir dan isi teori-teorinya namun lebih jauh Habermas juga melakukan semacam pembaharuan atas kelemahan teori kritis itu terutama dengan melihat pesimisnya pendahulunya dalam memandang dunia modern. Hermeneutika Habermas dapat disebut sebagai hermeneutika kritis. Kekritisannyanya juga dapat digambarkan dari metodenya yang dibangun dari sebuah ‘klaim’ bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur-unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial termasuk bias strata kelas, suku dan gender. Dengan menggunakan metode ini maka konsekuensinya kita harus curiga dan waspada terhadap bentuk tafsir atau pengetahuan atau jargon yang dipakai dalam sains dan agama.
Menurut yang saya kutip dari buku karya Husain Adian, Ada kesamaan pola umum yang dikenal sebagai pola hubungan segitiga dalam penafsiran, antara teks, si pembuat teks, dan si pembaca. Dalam haermanautika, seorang penafsir dalam memahami teks dituntut untuk tidak sekedar memahami apa yang ada dalam sebuah teks, tetapi lebih kepada apa yang ada di balik teks.[2]Hermeneutika selalu berada dalam konteks komunikasi dimana suatu subjek menyampaikan gagasan dan subjek lain menafsirkan. Maka ini bukan lah sekedar pernyataan tentang fakta, sebab si penyampai menawarkan makna tertentu dan memberi arah tertentu pula bagi penafsirnya.
Habermas menyatakan bahwa pemahaman harus dibedakan dengan penjelas, penjelasan adalah penerapan secara obyektif suatu hukum atau teori terhadap fakta, sedangkan pemahaman adalah menjadi bagian dari subyaktifnya. Sedamgkan pemahaman hermeneutika adalah pemahan yang diarahkan kepada konteks makna.Penjelasan bersifat monologis, sedangkan pemahaman bersifat dialogis. Karena pemahaman bersifat dialogis, maka jika diletakkan dalam teori tindakan diatas pemahaman bekerja pada tingkat tindakan komunikatif. Dengan kata lain, pada saat penafsiran atau pembaca membuat analisis haruslah ada proses kerja sama di mana penulis atau pengarang teks atau semua yang terlibat dalam komunikasi harus saling menghubungkan diri antara satu dengan yang lainnya secara sereentak didunia kehidupan.

Habermas memilih bahasa sebagai paradigma kritik sosial karena kekayaan makna dan nuansa bahasa yang bisa mencakup berbagai dimensi kehidupan dan perjuangan masyarakat postmodern. Dengan kata lain bahasa mengandung makna dan nuansa untuk didayagunakan untuk berkomunikasi jauh lebih komprehensif dan lebih cocok untuk paradigma teori kritis. Menurut yang saya kutip dalam buku “Manusia, teka-teki yang mencari solusi” karya Setyo Wibowo mengatakan bahwa dalam bahasa terdapat ideal-ide yang harus digali misalnya demokrasi delibratif, diskursus rasional dan argumentatif, yang semuanya itu senada dengan spirit masyarakat postmodernis dan keinginan transformasi sosial yang lebih emansipatoris dalam masyarakat yang multi kultural.[3] Habermas berbicara tentang bahasa sebagai sarana integrasi sosial antara berbagai subjek komunikasi dan sarana sosialisasi kebutuhan dan kepentingan yang melatar belakangi komunikasi itu. Bagi habermas bahasa pada hakikiatnya memaang manifestasi kebutuhan-kebutuhan sosial. Kkebutuhan dan kepentingan sosial lah yang sebenarnya menentukan struktur makna bahasa.[4]
Menurut Habermas, interaksi antar manusia dapat dimediasikan secara simbolis lewat bahasa dan gesture tubuh yang ekspresif (mengandung makna) , sedangkan hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan saling bebas, karena tujuan komunikasi adalah menjalin saling pengertian, oleh karena itu rasionalitas dalam bahasa harus menjadi pusat perhatian. Komunikasi dalam bahasa akan berhasil jika memenuhi empat norma atau klaim yaitu: Pertama, Jelas, artinya orang dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud.Kedua, Ia harus benar, artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan. Ketiga, Ia harus jujur, jadi tidak boleh bohong. Keempat, Ia harus betul, sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama. Dalam mencapai saling pengertian dalam komunikasi syarat yang harus dipenuhi adalah: inevitably / keinginan untuk melakukan pembicaraan bersama, dan adanya saling ketertarikan dalam melakukan komunikasi itu, sehingga persetujuan/pengertian itu dapat mencapai hasil maksimal. Dapat dikatakan bahwa Secara singkat Habermas ingin menawarkan sebuah masyarakat tanpa dominasi, paksaan dan bebas penguasaan. Dengan apa? Dengan komunikasi. Yaitu “komunikasi bebas penguasaan”. Suatu komunikasi yang tidak terdistorsi secara ideologis.


[1] Lechte, Jhon. 50 Filsuf Kontemporer Dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas. Yogyakarta 2001. Penerbit kansius hlm. 284
[2] Husaini Adian, Abdurrahman Al-Baghdadi. Hermeneutika Dan Tafsir Al-Qur’an. Gema Insani. Hlm 31
[3] Wibowo. A Setyo. Manusia Teka-Teki Yang Mencari Solusi. Yogyakarta. 2009. Penerbit kansius. Hlm 60
[4] Sugiharto, Bambang. Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat. Yogyakarta 1996. Penerbit kanisus. Hlm 30

TAHUKAH KAMU BEDANYA FILSAFAT SENI DAN ESTETIKA??




Bukankah filsafat seni itu estetika? Lalu apa bedanya? Mengapa harus ada filsafat seni, tidak cukupkah estetika saja? Untuk menjawab pertanyaai ini diperlukan sejarah timbul nya pemikiran seni di belahan dunia Barat. Kaum pemikir seni mula-mula berasal dari Yunani purba, seperti Socrates, Plato, Aristoteles. Mereka membicarakan seni dalam kaitannya dengan filsafat mereka tentang apa yang disebut dengan keindahan. Pembahasan seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keindahan. Inilah sebabnya pengetahuan ini disebut dengan filsafat keindahan termasuk didalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni.
Seni atau Art aslinya berarti teknik, pertukangan, keterampilan, yang dalam bahasa yunani kuno sering disebut dengan Techne. Baru pada pertengahan abad ke 17, di Eropa dibedakan antarakeindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah Fine Art atau High Art ( seni halus dan seni tinggi)  yang dibedakan dengan karya-karya seni pertukangan atau Craft. Seni sejak itu dikategorikan sebagai artefact atau benda buatan manusia. Pada dasarnya artefact itu dapat dikategorikan menjadi 3 golongan yaitu benda-benda yang berguna tetapi tak indah,  benda-benda yang berguna dan indah dan benda-benda yang indah tapi tidak ada kegunaan praktisnya. Artefatc jenis ketiga itulah yang dibicarakan estetika.
Istilah estetika itu sendiri baru muncul pada tahun1750 oleh seorang filsuf minor bernama A.G. baumgarten. Baumgarten menamakan seni sebagai termasuk dalam pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan sedangkan tujuan logika adalah kebenaran. Sejak itu istilah estetika dipakai dalam bahasan filsafat benda-benda seni.
Tetapi karena karya seni tidak selalu indah seperti yang dipersoalkan dalam estetika, maka diperlukan suatu bidang khusus yang benar-benar menjawab tentang apa hakikat seni atau art itu. Kemudian lahirlah apa yang dinamakan filsafat seni. Jadi  perbedaan antara estetika dan filsafat seni hanya dalam objek mateerialnya saja. Estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang disebut seni.  Karya seni mengekspresikan gagasan dan perasaan sedangkan alam tidak mengandung makna ekspresi semacam itu. Dalam karya seni orang dapat bertanya “ apakah yang ingin dikatakan karya ini? Atau apa maksud karya ini?”. Tetapi orang tidak pernah bertanya serupa ketika menyaksikan keindahan matahari terbenam dipantai, atau menyaksikan bentuk awan senja, derasnya air terjun, gemuruhnya suara ombak. Jadi karya seni selalu membawa makna  tertentu  dalam dirinya, ada usaha komunikasi seni dengan orang lain. Dalam keindahan alamiah hal itu tidak pernah terjadi. Kecantikan seorang wanita kita nikmati sebagai indah begitu saja, tetapi dalam karya seni, seorang wanita tua atau buruk rupa dapat menjadi inidah. Sedangkan wanita cantik justru tidak indah dalam seni yang gagal. Seni dapat meniru alam, tetapi alam tidak mungkin menuru artefak seni.
Dengan demikian cukuplah dikatakan bahwa estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan bagian dari estetika yang khusus membahas karya seni. Pertanyaannya adalah apakah setiap karya seni itu indah? Bukankah banyak karya seni yang merangsang munculnya perasaan-perasaan tak indah, tidak menentramkan. Kenyataan diatas ( bahwa seni tidak harus indah) nampaknya paradoks, namun bagaimanapun salah satu aspekk dari seni selalu menghadirkan keindahan. Kalau tidak demikian mengapa disukai? Keindahan seni yang tidak indah terletak pada ungkapannya yang artistik. Nilai-nilai kualitas objeknya mungkin saja getir, tetapi ia harus diungkapkan dalam bentuk yang mengandung kualitas keindahan.
Aspek-aspek yang dibahas dalam filsafat seni biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut : pertama persoalan sikap estetik, yang didalamnya dibahas mengenai ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua, persoalan bentuk formal seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang musykil. Ketiga, persoalan pengalaman estetik atau pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilaai dalam seni. Kelimam persoalan pengetahuan dala seni.
Dengan kata lain filsafat seni membahas aspek kreatifitas seniman, membahas benda seni itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahasi nilai konteks seni dan mengenai resepsi publik seni. Keberadaan seni ditentukan oleh saling keterkaitan antara 5 aspek tadi.
Sumber:  Sumardjo, jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung : Penerbit ITB