Bukankah
filsafat seni itu estetika? Lalu apa bedanya? Mengapa harus ada filsafat seni,
tidak cukupkah estetika saja? Untuk menjawab pertanyaai ini diperlukan sejarah
timbul nya pemikiran seni di belahan dunia Barat. Kaum pemikir seni mula-mula
berasal dari Yunani purba, seperti Socrates, Plato, Aristoteles. Mereka
membicarakan seni dalam kaitannya dengan filsafat mereka tentang apa yang
disebut dengan keindahan. Pembahasan seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang
keindahan. Inilah sebabnya pengetahuan ini disebut dengan filsafat keindahan
termasuk didalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni.
Seni
atau Art aslinya berarti teknik, pertukangan, keterampilan, yang dalam bahasa
yunani kuno sering disebut dengan Techne. Baru pada pertengahan abad ke 17, di
Eropa dibedakan antarakeindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni
atau benda seni. Inilah sebabnya lalu muncul istilah Fine Art atau High Art (
seni halus dan seni tinggi) yang
dibedakan dengan karya-karya seni pertukangan atau Craft. Seni sejak itu
dikategorikan sebagai artefact atau benda buatan manusia. Pada dasarnya
artefact itu dapat dikategorikan menjadi 3 golongan yaitu benda-benda yang
berguna tetapi tak indah, benda-benda
yang berguna dan indah dan benda-benda yang indah tapi tidak ada kegunaan
praktisnya. Artefatc jenis ketiga itulah yang dibicarakan estetika.
Istilah
estetika itu sendiri baru muncul pada tahun1750 oleh seorang filsuf minor
bernama A.G. baumgarten. Baumgarten menamakan seni sebagai termasuk dalam
pengetahuan sensoris, yang dibedakan dengan logika yang dinamakannya
pengetahuan intelektual. Tujuan estetika adalah keindahan sedangkan tujuan
logika adalah kebenaran. Sejak itu istilah estetika dipakai dalam bahasan
filsafat benda-benda seni.
Tetapi
karena karya seni tidak selalu indah seperti yang dipersoalkan dalam estetika,
maka diperlukan suatu bidang khusus yang benar-benar menjawab tentang apa
hakikat seni atau art itu. Kemudian lahirlah apa yang dinamakan filsafat seni. Jadi perbedaan antara estetika dan filsafat seni
hanya dalam objek mateerialnya saja. Estetika mempersoalkan hakikat keindahan
alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya karya seni
atau benda seni atau artefak yang disebut seni.
Karya seni mengekspresikan gagasan dan perasaan sedangkan alam tidak
mengandung makna ekspresi semacam itu. Dalam karya seni orang dapat bertanya “
apakah yang ingin dikatakan karya ini? Atau apa maksud karya ini?”. Tetapi
orang tidak pernah bertanya serupa ketika menyaksikan keindahan matahari
terbenam dipantai, atau menyaksikan bentuk awan senja, derasnya air terjun,
gemuruhnya suara ombak. Jadi karya seni selalu membawa makna tertentu
dalam dirinya, ada usaha komunikasi seni dengan orang lain. Dalam keindahan
alamiah hal itu tidak pernah terjadi. Kecantikan seorang wanita kita nikmati
sebagai indah begitu saja, tetapi dalam karya seni, seorang wanita tua atau
buruk rupa dapat menjadi inidah. Sedangkan wanita cantik justru tidak indah
dalam seni yang gagal. Seni dapat meniru alam, tetapi alam tidak mungkin menuru
artefak seni.
Dengan
demikian cukuplah dikatakan bahwa estetika merupakan pengetahuan tentang
keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni hanya merupakan bagian dari
estetika yang khusus membahas karya seni. Pertanyaannya adalah apakah setiap
karya seni itu indah? Bukankah banyak karya seni yang merangsang munculnya
perasaan-perasaan tak indah, tidak menentramkan. Kenyataan diatas ( bahwa seni
tidak harus indah) nampaknya paradoks, namun bagaimanapun salah satu aspekk
dari seni selalu menghadirkan keindahan. Kalau tidak demikian mengapa disukai?
Keindahan seni yang tidak indah terletak pada ungkapannya yang artistik.
Nilai-nilai kualitas objeknya mungkin saja getir, tetapi ia harus diungkapkan dalam
bentuk yang mengandung kualitas keindahan.
Aspek-aspek
yang dibahas dalam filsafat seni biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut
: pertama persoalan sikap estetik, yang didalamnya dibahas mengenai
ketidakpamrihan seni dan jarak estetik. Kedua, persoalan bentuk formal seni
yang melahirkan berbagai konsep seni yang musykil. Ketiga, persoalan pengalaman
estetik atau pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilaai dalam seni.
Kelimam persoalan pengetahuan dala seni.
Dengan
kata lain filsafat seni membahas aspek kreatifitas seniman, membahas benda seni
itu sendiri, membahas nilai-nilai seni, membahasi nilai konteks seni dan
mengenai resepsi publik seni. Keberadaan seni ditentukan oleh saling
keterkaitan antara 5 aspek tadi.
Sumber: Sumardjo, jakob. 2000. Filsafat Seni. Bandung : Penerbit ITB
0 comments: