Mengenai Saya 089661217321

advertisement

Powered by Blogger.
Home » » HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS

HERMENEUTIKA KRITIS HABERMAS


Profil Habermas.
http://filsafattijani.blogspot.co.id/

Jurgen Habermas adalah seorang anggota paling terkenal dari generasi kedua madzhab frankrut dibidang penelitian sosial. Ia lahir pada tahun 1929 di Dusseldrof, Jerman. Sebagaimana anggota lainnya dalam madzhab franfurt,  Habermas sangat dipengaruhi karya Hegel dan Marx. Meskipun demikian,tidak seperti Adorno dan Horkheimer, Habermas menolak teori Marx tentang teori seperti juga pesimisme kultural yang ada pada generasi pertama madzhab Frankfurt.[1] Salah satu ciri dari madzhab franfurt adalah sebagai madzhab kritis yang mencoba menelusuri tabir hegemoni kehidupan. Oleh karena itu, Habermas mengupayakan kritik terhadap realitas sosial dengan metode penafsiran (hermeneutik) dengan menggali makna bahasa dengan metode komunikatif.
Hubungan Habermas dengan generasi pertama madzhab Frankfurt adalah bahwa Habermas lebih berorientasi pada kajian bahasa sebagai pendekatan kritis. Sehingga Habermas mampu berkomunikasi terhadap budaya sosial. Pada prinsipnya madzhab frankfurt adalah sebuah gerakan neo marxis. Ia merupakan bentuk kelanjutan dari filsafat marxis. Teori kritis sendiri tak bisa lepas dari teori konflik yang telah diintridusir oleh Marx. Begitu juga dengan Habermas. Selain Marx Habermas juga terpengaruh oleh dialektikanya hegel. Dialektika bagi Habermas, merupakan sesuatu yang dianggap benar apabila dilihat dari totalitas hubungannya. Hubungan ini disebut negasi. Artinya hanya melalui negasilah kita bisa menemukan keutuhan dan keseluruhan. Dalam dialektika, apapun yang ada dianggap sebagai kesatuan dari yang berlawanan. Negasi ini ditangan Habermas ditransformasikan menjadi filsafat kritis.
Jurgen Habermas dengan Teori Kritisnya menawarkan pemahaman baru yang dikembangkan lewat masyarakat kritis emansipatoris. Semua pemikiran-pemikirannya sangat terlihat mengerucut pada keinginannya untuk menempatkan modernitas sebagai realitas empiris yang harusnya dapat memberdayakan kehidupan masyarakat, dan bukan sebaliknya. Habermas merumuskan teori itu sebagai dasar epistemologisnya dengan menyatakan bahwa ilmu pengetahuan sangat berhubungan dengan kepentingan kognitif, sehingga posisi ilmu pengetahuan tidak pernah bebas nilai, ilmu pengetahuan akan sangat dipengaruhi oleh sosial politik (ideologi), kekuasaan, dan kepentingan, termasuk juga oleh kelompok teori kritis yang didorong oleh kepentingan emansipatoris.
Hermeneutik Habermas
Untuk memahami pemikiran Jürgen Habermas terlebih dahulu harus dipahami latar belakang yang mempengaruhi teori-teori pemikirannya. Bisa dipastikan bahwa Habermas sangat dipengaruhi oleh warisan intelektual Mazhab Frankfurt yang terkenal dengan Teori Kritisnya, sejak tahun 30-an Habermas sudah tertarik dan mengkaji gaya karya-karya Hokheimer dan Adorno. Ternyata dikemudian hari teori Mazhab Frankfrut ini tidak saja menentukan gaya pikir dan isi teori-teorinya namun lebih jauh Habermas juga melakukan semacam pembaharuan atas kelemahan teori kritis itu terutama dengan melihat pesimisnya pendahulunya dalam memandang dunia modern. Hermeneutika Habermas dapat disebut sebagai hermeneutika kritis. Kekritisannyanya juga dapat digambarkan dari metodenya yang dibangun dari sebuah ‘klaim’ bahwa setiap bentuk penafsiran dipastikan ada bias dan unsur-unsur kepentingan politik, ekonomi, sosial termasuk bias strata kelas, suku dan gender. Dengan menggunakan metode ini maka konsekuensinya kita harus curiga dan waspada terhadap bentuk tafsir atau pengetahuan atau jargon yang dipakai dalam sains dan agama.
Menurut yang saya kutip dari buku karya Husain Adian, Ada kesamaan pola umum yang dikenal sebagai pola hubungan segitiga dalam penafsiran, antara teks, si pembuat teks, dan si pembaca. Dalam haermanautika, seorang penafsir dalam memahami teks dituntut untuk tidak sekedar memahami apa yang ada dalam sebuah teks, tetapi lebih kepada apa yang ada di balik teks.[2]Hermeneutika selalu berada dalam konteks komunikasi dimana suatu subjek menyampaikan gagasan dan subjek lain menafsirkan. Maka ini bukan lah sekedar pernyataan tentang fakta, sebab si penyampai menawarkan makna tertentu dan memberi arah tertentu pula bagi penafsirnya.
Habermas menyatakan bahwa pemahaman harus dibedakan dengan penjelas, penjelasan adalah penerapan secara obyektif suatu hukum atau teori terhadap fakta, sedangkan pemahaman adalah menjadi bagian dari subyaktifnya. Sedamgkan pemahaman hermeneutika adalah pemahan yang diarahkan kepada konteks makna.Penjelasan bersifat monologis, sedangkan pemahaman bersifat dialogis. Karena pemahaman bersifat dialogis, maka jika diletakkan dalam teori tindakan diatas pemahaman bekerja pada tingkat tindakan komunikatif. Dengan kata lain, pada saat penafsiran atau pembaca membuat analisis haruslah ada proses kerja sama di mana penulis atau pengarang teks atau semua yang terlibat dalam komunikasi harus saling menghubungkan diri antara satu dengan yang lainnya secara sereentak didunia kehidupan.

Habermas memilih bahasa sebagai paradigma kritik sosial karena kekayaan makna dan nuansa bahasa yang bisa mencakup berbagai dimensi kehidupan dan perjuangan masyarakat postmodern. Dengan kata lain bahasa mengandung makna dan nuansa untuk didayagunakan untuk berkomunikasi jauh lebih komprehensif dan lebih cocok untuk paradigma teori kritis. Menurut yang saya kutip dalam buku “Manusia, teka-teki yang mencari solusi” karya Setyo Wibowo mengatakan bahwa dalam bahasa terdapat ideal-ide yang harus digali misalnya demokrasi delibratif, diskursus rasional dan argumentatif, yang semuanya itu senada dengan spirit masyarakat postmodernis dan keinginan transformasi sosial yang lebih emansipatoris dalam masyarakat yang multi kultural.[3] Habermas berbicara tentang bahasa sebagai sarana integrasi sosial antara berbagai subjek komunikasi dan sarana sosialisasi kebutuhan dan kepentingan yang melatar belakangi komunikasi itu. Bagi habermas bahasa pada hakikiatnya memaang manifestasi kebutuhan-kebutuhan sosial. Kkebutuhan dan kepentingan sosial lah yang sebenarnya menentukan struktur makna bahasa.[4]
Menurut Habermas, interaksi antar manusia dapat dimediasikan secara simbolis lewat bahasa dan gesture tubuh yang ekspresif (mengandung makna) , sedangkan hakekat bahasa adalah komunikasi, dan komunikasi hanya mungkin dilakukan dalam keadaan saling bebas, karena tujuan komunikasi adalah menjalin saling pengertian, oleh karena itu rasionalitas dalam bahasa harus menjadi pusat perhatian. Komunikasi dalam bahasa akan berhasil jika memenuhi empat norma atau klaim yaitu: Pertama, Jelas, artinya orang dapat mengungkapkan dengan tepat apa yang dimaksud.Kedua, Ia harus benar, artinya mengungkapkan apa yang mau diungkapkan. Ketiga, Ia harus jujur, jadi tidak boleh bohong. Keempat, Ia harus betul, sesuai dengan norma-norma yang diandaikan bersama. Dalam mencapai saling pengertian dalam komunikasi syarat yang harus dipenuhi adalah: inevitably / keinginan untuk melakukan pembicaraan bersama, dan adanya saling ketertarikan dalam melakukan komunikasi itu, sehingga persetujuan/pengertian itu dapat mencapai hasil maksimal. Dapat dikatakan bahwa Secara singkat Habermas ingin menawarkan sebuah masyarakat tanpa dominasi, paksaan dan bebas penguasaan. Dengan apa? Dengan komunikasi. Yaitu “komunikasi bebas penguasaan”. Suatu komunikasi yang tidak terdistorsi secara ideologis.


[1] Lechte, Jhon. 50 Filsuf Kontemporer Dari Strukturalisme Sampai Postmodernitas. Yogyakarta 2001. Penerbit kansius hlm. 284
[2] Husaini Adian, Abdurrahman Al-Baghdadi. Hermeneutika Dan Tafsir Al-Qur’an. Gema Insani. Hlm 31
[3] Wibowo. A Setyo. Manusia Teka-Teki Yang Mencari Solusi. Yogyakarta. 2009. Penerbit kansius. Hlm 60
[4] Sugiharto, Bambang. Postmodernisme Tantangan Bagi Filsafat. Yogyakarta 1996. Penerbit kanisus. Hlm 30

0 comments:

Post a Comment