Hermeneutika dan Semiotika adalah suatu alat untuk
menjabarkan suatu penafsiran yang
digunakan dalam mencari suatu makna yang tersembunyi
dalam suatu teks atau tanda. Semiotika
adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, oleh mereka
yang mempergunakannya.[1] Kata semiotika sendiri berasal dari bahasa
Yunani “semion” yang berarti tanda. Semua yang ada disekitar kita adalah tanda:
kata, lampu lalu lintas bendera dan sebagainya adalah tanda.
Dalam semiotika harus ada tanda, penanda dan
petanda. Penanda ini bisa kita sebut sesuatu, sedangkan petanda itu adalah
konsepnya. Contoh: “orang yang melambaikan tangan” itu bisa disebut tanda,
penandanya ialah gerakan orang yang melambaikan tangan tersebut, sedangkan
petandanya ialah bahwa seseorang itu akan pergi. Dalam Islam ada yang disebut
kitab suci Al-Qur’an, ini disebut tanda, penandanya Qur’an ini berbentuk
seperti buku yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas, petandanya ialah
sebagai pedoman hidup oleh semua manusia.
Hermeneutika secara umum dapat didefinisikan sebagai
suatu teori atau filsafat tentang interpretasi makna.[2] Secara etimologis,
istilah hermeneutika berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti
menafsirkan atau bentuk nomina hermeneia yang berarti penafsiran. Dua kata ini
dalam beragam bentuknya muncul beberapa kali dalam teks klasik seperti Organon
dan Peri Hermenias karya filsuf besar Yunani Aristoteles. Dalam bentuk kata
benda, kata hermeneia juga muncul dalam karya filsuf Yunani lain seperti Plato,
Xenophon, Plutarch, Euripides, Epicurus, Lucretius dan Longinus. Dengan
menelusuri asal katanya, hermeneutika mengarah pada arti “membuat menjadi
mengerti”, khususnya ketika proses ini mengikutsertakan bahasa, di mana bahasa
merupakan medium dalam proses memahami.
Proses ini dikaitkan dengan peran hermes dalam mitologi Yunani yang bertugas sebagai pembawa pesan, sekaligus penafsir bagi pesan-pesan para dewa. Ini sejalan dengan makna kata kerja hermeneuein yang meliputi 3 (tiga) aktifitas : 1. mengekspresikan secara lantang dengan kata-kata, atau sebut saja “mengatakan”, 2. menerangkan, seperti dalam menerangkan situasi, dan 3. menerjemahkan, seperti dalam menerjemahkan pesan ke dalam bahasa asing. Ketiga aktifitas tersebut tercakup dalam makna kata “menafsirkan”.[3]
Proses ini dikaitkan dengan peran hermes dalam mitologi Yunani yang bertugas sebagai pembawa pesan, sekaligus penafsir bagi pesan-pesan para dewa. Ini sejalan dengan makna kata kerja hermeneuein yang meliputi 3 (tiga) aktifitas : 1. mengekspresikan secara lantang dengan kata-kata, atau sebut saja “mengatakan”, 2. menerangkan, seperti dalam menerangkan situasi, dan 3. menerjemahkan, seperti dalam menerjemahkan pesan ke dalam bahasa asing. Ketiga aktifitas tersebut tercakup dalam makna kata “menafsirkan”.[3]
Menurut Hanafi, hermeneutik bukan
hanya ilmu interpretasi, yakni suatu teori pemahaman, tetapi juga berarti ilmu
yang emnjelaskan penerimaan wahyu sejak
dari tingkat perkataan sampai ke tingkat dunia. Ilmu tentang proses wahyu dari
huruf sampai kenyataan, dari logos sampai ke praxis, dan juga transformasi
wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia. Proses pemehaman hanya
menduduki tingkat kedua.
Yang pertama
adalah kritik kesejarahan, yang menjamin keaslian kitab suci dalam sejarah,
tidak mungkin akan terjadi pemahaman bila tidak ada kepastian bahwa apa yang
dipahami itu secara historis asli. Kedua,kita memiliki kesadaran eidetik, yang
menjelaskan makna teks dan menjadikanya rasional. Ketiga adalah kesadaran
praktis yang menggunaakan makna tersebut sebagai dasar teoretis bagi tindakan
dan mengantarkan wahyu pada tujuan akhirnya dalam kehidupan manusia dan di
dunia ini sebagai struktur ideal yang mewujudkan kesempurnaan dunia.[4]
[1] Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba-Serbi Semiotika, 1996, hal 5
[2] Edi Mulyono dkk, Belajar Hermeneutika, 2012, hal 15
[3] Richard E.
Palmer, Hemeneutika; Teori Baru Mengenal Interpretasi, Yogyakarta: Putaka
Pelajar, 2005
[4] Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, Pustaka Firdaus, Jakarta,
1994. H. 1
0 comments: