PENDAHULUAN
Muhammad Abid Al-Jabiri, merupakan salah satu
pemikir Islam kontemporer terbesar pada zamannya. Al- Jabiri menelaah filsafat
Islam warisan filusuf yang dulu pernah menjadi ikon peradaban dunia. Telaah
yang dilakukuan Al-Jabiri bukan sekedar eksplorasi, tapi lebih dari itu beliau
mengkritik, membongkar, dan memberikan solusi untuk membangkitkan filsafat
Islam yang telah mengalami kemunduran, dan ini sangat penting bagi kita untuk
mempelajari metode kritik yang dibawakan oleh Al-Jabiri ini.
Problematika kontemporer yang sering menggelisahkan
para pemikir Islam, berupa pendefinisian hubungan kita saat ini dengan turast
masa lalu diberi solusi konkrit oleh Al-Jabiri melalui tawaran metodelogisnya
yang meyakinkan, sekaligus membuka pola pemikiranakan filsafat Islam. Dengan ini kita akan
mengetahui bahwa filsafat Islam tidak seperti yang ada dalam pikiran kita
selama ini.
BAHASAN
A.
BIOGRAFI
Nama lengkapnya ialah Muhammed Abid Al-Jabiri lahir
pada tahun 1936 di Figuig, Maroko Tenggara. Beliau tumbuh dikalangan keluarga
yang mendukung partai Istiqlal, yaitu sebuah partai yang memperjuangkan kemerdekaan
dan kesatuan Maroko yang pada waktu itu ada dibawah koloni Prancis dan Spanyol.
Pendidikan pertama beliau adalah sekolah agama, kemudian sekolah swasta
nasionalis (madrasah hurrah wathaniah), sekolah ini didirikan oleh gerakan
kemerdekaan.
Pada tahun 1951-1953, beliau belajar disekolah
lanjutan setingkat SMA di Casablanca. Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan
tinggi setingkat diploma di Arab dalam bidang ilmu pengetahuan. Guru Al-Jabiri
ialah Mehdi Ben Barka, ia adalah seorang politikus yang memimpin sayap kiri
partai Istiqlal. Pada tahun 1959 beliau belajar filsafat di Universitas
Damaskus, Syiria, tapi satu tahun kemudian beliau masuk di Universitas Rabat
yang baru didirikan. Tahun 1964 beliau dipenjara dengan tuduhan berkonspirasi
melawan Negara. Pada tahun 1966 bersama Mustafa al-Omari dan Ahmed as-sattati
menerbitkan dua buku teks yang didesain untuk tahun terakhir sekolah lanjutan
atas.
B. PEMIKIRAN
Dalam pembacaan tradisi pemikiran Arab kontemporer
yang penting bagi kita adalah bukan banyaknya tesis yang bisa dipertahankan,
apakah diadopsi atau dipahami oleh kelompok ini dan itu. Tetapi lebih kepada
pemikiran apa yang mereka ikuti, yaitu “tindakan mental” yang secara tidak
sadar telah mengendalikan mereka. Ada dua kelemahan dalam segi metodenya yang
pertama kelemahan pola pembacaan yang masih sangat miskin objektifitas.
Sedangkan dari sudut pandang visi, pola pembacaan tersebut kekurangan
perspektif historis.
Ketiadaan visi historis dan objektifitas merupakan
dua karakteristik yang saling terkait dan mempengaruhi berbagai pemikiran yang
menjadi objek kajan dari satu unsur kesamaan yang ingin ditegaskan. Dalam
pemikiran Arab modern dan kontemporer memiliki pemikiran seperti kelompok
fundamentalis. Berbagai madzhab dan kecenderungan berpikir ternyata hanya
dibedakan oleh bentuk “nenek moyang pendirinya” yang menjadi pelindung mereka.
Untuk menemukan komponen substansial, kita harus melakukan pengujian secara
rinci dan menganalisisnya. Tentang pendekatan metodelogis mestinya harus
diterapkan secara teliti dan hati-hati, tapi karena jumlah yang harus dicakup
sangatlah besar serta luasnya kecenderungan penggunaan metode tersebut sehingga
dengan kepopuleran metode tersebut, masyarakat secara progresif gegabah dan
tidak berhati-hati terhadap syarat validitas metode tersebut.
Pada akhirnya berakibat pada adanya keringanan untuk
tidak melakukan penelitian yang mendalam. Teknik analogi semacam ini telah
mendarah daging dalam proses oertumbuhan dan perkembangan pemikiran Arab
sehingga menjadi “tindakan mental” yang telah menyatu dan menjadi patokan atas
produksi pengetahuan.
Dalam
aktivitas produksi nalar Arab, menghasilkan konsekuensi-konsekuensi sebagai
berikut:
1. Pengabaian
teradap dimensi waktu dan evolusi. Setiap masa kini secara sistematis
dihubungkan dengan masa lampau, seolah-olah masa lalu, masa sekarang dan masa
depan pada kenyataannya merupakan sebuah masa yang sama atau waktu yang tidak
berubah, karena itu hilanglah perspektif historis dalam pemikiran Arab.
2. Tidak
adanya pemisahan antara subjek dan objek. Dengan meninggalkan proses “pengujian
secara detail” dan analisis, mereka membelokan proses analogi kepada perangkat
mental yang tidak mampu memfokuskan diri pada analisis terminology analogis
atau pada pengujian komponen-komponennya untuk menunjukan kemiripannya.
Keseluruhan pemikiran Arab modern dan kontemporer
ditandai oleh kekurangan objektifitas dan perspektif historitas, pemikiran Arab tidak mampu
menawarkan apa-apa dari tradisi kecuali pembacaan fundamentalis yang menyikapi
masa lampau sebagai sesuatu yang transenden dan sakral, seluruh madzhab
pemikiran yang mengklaim founding father merekalah yang membantu mereka
menemukan keselamatan.
Seluruh
madzhab pemikiran arab kelihatannya meminjam pandangan mereka untuk memperbaharui
dari model yang berhubungan dengan masa lalu atau model yang berdasarkan masa
lalu, seperti masa lalu islam arab. Ketika menghadapi persoalan baru, pemikiran
seperti ini mencari jalan untuk menggunakan tindakan mental mekanis untuk
mencari solusi yang siap pakai dengan mengandalkan landasan yang lemah.
Akan tetapi tindakan mental ini bagian dari suatu keseluruhan, meskipun ia
merupakan hal yang paling ensensial. Keseluruhan yang di maksud adalah struktur
pemikiran arab. Inilah alasannya kenapa kita menawarkan sebuah analisis yang
cermat dan kritik yang mendalam, sebelum mengusulkan pembaharuan dan
modernisasi nalar arab. Pemiiran arab hanya dapat di perbaharui dengan
mempertanyakan warisan terdahulu secara serius dan dengan kritik mendasar dan
mengglobal.
Lihat Juga : Konsep Pendidikan Islam Menurut Fazlurrahman
Lihat Juga : Konsep Pendidikan Islam Menurut Fazlurrahman
0 comments: