Mengenai Saya 089661217321

advertisement

Powered by Blogger.
Home » » KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA



Oleh : Ahmad Agus Tijani

   Latar Belakang Perlunya Manusia Terhadap Agama.
Didalam buku Metodelogi Studi Islam Abuddin Natamenjelaskan ada tiga alasan yang sangat melatar belakangi kenapa manusia perlu atau butuh kepada Agama. Alasan-alasan tersebut kami uraikan sebagai berikut :
1)      Latar Belakang Fitrah Manusia
Kenyataan bahwa manusia memiliki Fitra keagamaan tersebut buat pertama kalinya ditegaskan dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan Fitri Manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangi perlunya manusia pada agama. Oleh karenanya ketika datangnya wahyu tuhan yang menyeru agar manusia beragama, maka seruan tersebut amat sejalan dengan fitranya itu.
Berdasarkan informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa manusia secara fitri merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama. Hal ini sedemikian jalan dengan petunjuk nabi dalam salah satu haditsnya yang mengatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah (potensi beragama) maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi yahudi, Nasrani atau Majusi.
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya tuhan sekalipun terbatas daya khayalnya. Selanjutnya, keyakinan-keyakinan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme. Animisme, dan Politeisme-lebih lanjut lihat Harun Nasution dalam Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya-, ini semua membuktikan bahwa manusia mempunyai potensi bertuhan.
Lebih lanjut, Murthada Muthahhari menyebutkan bahwa setidaknya ada 5 Hipotesis yang diajukan mengenai pertumbuhan agama pada manusia. Yaitu Agama produk rasa takut, Agama adalah produk kebodohan, agama sebagai motivasi keterikatan manusia dan pendambaannya kepada keadilandan keteraturan, dan Marxisme.



2)     Kelemahan dan Kekurangan Manusia.
Faktor lainnya yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain ungkapan oleh kata al-nafs. Menuut Quraish Shihab, bahwa dalam pandangan Al-qur’an, Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Qur’an dianjurkan untuk diberi perhatian lebih besar.

Walaupun manusia itu dianggap sebagai makhluk yang terhebat dan tertinggi dari segala makhluk yang ada di alam ini, akan tetapi mereka mempunyai kelemahan dan kekurangan karena terbatasnya kemampuan tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa manusia menjadi lemah karena di dalam dirinya ada hawa nafsu yang lebih cenderung  mengajak kepada kejahatan, sesudah itu ada lagi iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia dari kebenaran dan kebaikan. Manusia hanya dapat melawan musuh-musuh ini hanya dengan senjata agama.
Dalam literatur  Teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mu’tazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumentasinya dari pada wahyu. Namun demikian mereka sepakat bahwa manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang mengetahui yang baik dan yang buruk tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui oleh akal.  Dalam hubungan inilah, kaum mu’tazilah mewajibkan pada Tuhan  agar menurunkan wahyu dengan tujuan agar kekurangan yang dimiliki akal  dapat dilengkapi  dengan informasi  yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mu’tazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan wahyu.
Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dirinya itu dan keluar dari kegagalan-kegagalan tersebut tidak ada jalan lain kecuali melalui petunjuk wahyu dan agama .

3)     Tantangan Manusia
Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia adalah karena manusia adalah dalam kehidupan senantiasa menghadapi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam dapat berupa dorongan dari hawa nafsu dan bisikan syetan sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan manusia dari Tuhan. Mereka dengan rela mengeluarkan biaya, tenaga, dan pikiran yang dimanipestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari Tuhan.

Sumber : Nata, Abuddin. 2011. Metodelogi Studi Islam. Ed. Revisi 18. Jakarta : Rajawali Pers.

0 comments:

Post a Comment