Oleh
: Ahmad Agus Tijani
Fazlur Rahman dilahirkan pada tanggal 21 September 1919 di Hazara,
suatu daerah di Anak Benua Indo-Pakistan yang sekarang terletak di barat laut
Pakistan. Wilayah Anak Benua Indo-Pakistan sudah tidak diragukan lagi telah
melahirkan banyak pemikir Islam yang cukup berpengaruh dalam perkembangan
pemikiran Islam, seperti Syah Wali Allah, Sir Sayyid Ahmad Khan, hingga Sir
Muhammad Iqbal. Nama keluarga Fazlur Rahman adalah Malak, namun nama keluarga
Malak ini tidak pernah digunakan dalam daftar referensi baik di Barat ataupun
di Timur.[1]
Fazlur Rahman dilahirkan dalam suatu keluarga Muslim yang sangat
religius. Kerelegiusan ini dinyatakan oleh Fazlur Rahman sendiri yang
mengatakan bahwa ia mempraktekan ibadah-ibadah keisalaman seperti shalat,
puasa, dan lainnya, tanpa meninggalkannya sekalipun .Dengan latar belakang
kehidupan keagamaan yang demikian, maka menjadi wajar ketika berumur sepuluh
tahun ia sudah dapat menghafal Alquran. Adapun mazhab yang dianut oleh
keluarganya ialah mazhab Hanafi.
Fazlur
Rahman ialah seorang tokoh intelektual Muslim yang memiliki latar belakang
tradisi keilmuan madrasah India -Pakistan yang tradisional dan keilmuan Barat
yang liberal. Keduanya berpengaruh dalam membentuk intelektualismenya. Rahman
menyuguhkan analisis perkembangan pendidikan tinggi Islam dan merumuskan
alternatif metodologi pemikiran keislaman, sebagai rumusan jalan keluar dari
seluruh kritisisme atas sejarah pemikiran keislaman.
Fazlur Rahman memandang pemikiran dan pendidikan islam
terdapat adanya kemunduran, kemunduran ini menurutnya disebabkan oleh krisis
metodologi. Menurutnya system pendidikan harus terlebih dahulu
dimodernisasikan, karena dengan itu dapat menyokong produktivitas intelektual
islam.
Pembahasan
Konsep pendidikan tinggi Islam yang dikemukakan oleh Rahman merupakan masalah yang menarik dan urgen untuk dibahas, karena penyelenggaraan pendidikan tinggi Islam sekarang ini mengalami proses dikotomi yaitu menerapkan metode dan muatan pendidikan barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dengan metode dan muatan Islami yang berasal dari zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Penyelenggaran pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.
Konsep pendidikan tinggi Islam yang dikemukakan oleh Rahman merupakan masalah yang menarik dan urgen untuk dibahas, karena penyelenggaraan pendidikan tinggi Islam sekarang ini mengalami proses dikotomi yaitu menerapkan metode dan muatan pendidikan barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam dengan metode dan muatan Islami yang berasal dari zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Penyelenggaran pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.
Tradisi Intelektual Islam
Awal mula dan tersebarnya ilmu pengetahuan islam pada
masa-masa awal islam menurut fazlur Rhaman berpusat pada individu-individu dan
bukannya pada sekolah-sekolah. Karena itu cirri utama pertama dari ilmu
pengetahuan tersebut adalah pentingnya individu guru.
Pada masa awal, pendidikan idektik dengan upaya da'wah
Islamiyah, karena itu pendidikan berkembang sejalan dengan perkembangan agama
itu sendiri. Rahman menyatakan kedatangan Islam membawa untuk pertama kalinya
suatu instrumen pendidikan tertentu yang berbudayakan agama, yaitu al-Qur'an
dan ajaran-ajaran Nabi. Tetapi, perlu dipahami bahwa pada masa awal
perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yang sistematis belum
terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan bersifat informal,
dan inipun lebih berkait dengan upaya da'wah Islamiyah - penyebaran, penanaman
dasar-dasar kepercayaan, dan ibadah Islam.
Rahman, menyatakan bahwa pada awal mula tersebarnya ilmu
pengetahuan Islam berpusat pada individu-individu dan bukannya sekolah-sekolah.
Kandungan pemikiran Islam juga bercirikan usaha-usaha individual yaitu
tokoh-tokoh istimewa tertentu, yang telah mempelajari hadits dan membangun
sistem-sistem teologi dan hukum mereka sendiri di seputarnya. Ciri utama
pertama dari ilmu pengetahuan tersebut adalah pentingnya individu guru, karena
sang guru setelah memberikan pelajaran seluruhnya, secara pribadi memberikan
suatu sertifikat (ijazah) kepada muridnya untuk mengajar. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa pada akhir abad pertengahan, mayoritas ilmuwan-ilmuwan
yang termasyhur bukanlah produk madrasah-madrasah, tetapi merupakan bekas-bekas
murid informal dari guru-guru individual tertentu.
Rahman, menyatakan sistem madrasah yang secara luas
didasarkan pada sponsor dan kontrol negara, umumnya telah dipandang sebagai
sebab kemunduran dan kemacetan ilmu pengetahuan dan kesarjanaan Islam. Menurut
saya disini adanya perbedaan antara kualitas control Negara dan control
langsung seorang guru terhadap murid.Selain itu, Fazlur Rahman juga menyatakan salah
satu penyebab penurunan kualitas ilmu pengetahuan Islam adalah berasal dari
kekeringan yang gradual dari ilmu-ilmu keagamaan, karena pengucilannya dari
kehidupan intelektualisme awam yang juga kemudian mati.
Berdasarkan pemikiran di atas, Rahman menyatakan bahwa
berkembangnnya ilmu dan semangat ilmiah dari abad ke-9 sampai abad ke-13 di
kalangan umat Islam berasal dari terlaksananya perintah al-Qur'an untuk
mempelajari alam semesta, karena karya Allah tersebut memang diciptakan untuk
kepentingan manusia. Pada abad-abad pertengahan akhir, semangat penyelidikan di
dunia Islam mengalami kemacetan dan merosot, sedangkan dunia Barat telah
melaksanakan kajian-kajian yang sebagian besar dipinjam dari ilmuan-ilmuan
Muslim, sehingga mereka menjadi makmur, dan maju bahkan menjajah negeri-negeri
Muslim. Dengan dasar ini, maka menurut Rahman, umat Islam dalam mempelajari
ilmu baru dari dunia Barat yang maju, berarti meraih kembali masa lampau mereka
dan sekaligus untuk memenuhi sekali lagi perintah-perintah al-Qur'an yang
terlupakan.
Fazlur Rahman juga memberikan
sebuah contoh pemikiran syah Waliyullah yang meninggalkan warisan kurikulum
yang hampir sama dengan kurikulum madrasah, dengan tujuan menangani kemerosotan
pendidikan islam. Kurikulum Syah waliyullah tersebut meliputi matematika,
astronomi dan kedokteran. Karena itu system madrasah tidaklah mewakili keseluruhan
pendidikan islam. Disini syah waliyullah telah merekomendasikan kepada kita
mengenai pentingnya mempelajari ilmu-ilmu yang rasional yang patut dipelajari
dengan cabang-cabangnya seperti fisika, matematika, mekanika dan sebagainya
dengan cara belajar ekstra madrasah.
Menurut fazlurrahman kelemahan
mendasar dari ilmu pengetahuan islam adalah konsepnya mengenai ilmu pengetahuan
yang berlawanan dengan konsep modern yang memandang ilmu pengetahuan sebagai
sesuatu yang harus dicari dan ditemukan oleh pikiran. Tetapi konsep zaman
pertengahan adalah bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus diperoleh.
Sikap pemikiran seperti ini lebih bersifat pasif dari pada kreatif dan positif.
Jadi secara tidak langsung ungkapan fazlur rahman ini mengandung arti apabila pemikiran pendidikan ingin berkembang
maka pengetahuan harus dicari dengan melibatkan peran akal sebagai kritik,
tidah hanya menerima pengetahuan secara pasif.
Pengetahuan tidak harus berasal dari pengajaran seperti
buku-buku yang diajarkan ataupun struktur eksternal pendidikan, tetapi adalah
apa yang menurut Rahman sebagai "intelektualisme Islam", dan bagi
Rahman inilah esensi pendidikan tinggi Islam. Intelektualisme Islam merupakan pertumbuhan
suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai, yang harus memberikan kreteria
untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah sistem pendidikan Islam.
Perumusan pemikiran pendidikan tinggi Islam haruslah didasarkan kepada metoda
penafsiran dan pemahaman yang benar terhadap al-Qur'an, yang berfungsi sebagai
petunjuk atau inspirasi bagi generasi muda Islam.
0 comments: