Mengenai Saya 089661217321

advertisement

Powered by Blogger.
Home » » METODE HERMENEUTIK DALAM MEMAHAMI AL-QUR'AN

METODE HERMENEUTIK DALAM MEMAHAMI AL-QUR'AN




Hermeneutik berasal dari bahasa yunani hermeneien yang berarti mengertikan, menafsirkan, menerjemahkan, dan bertindak sebagai penafsir. Disebutkan ada tokoh yang bernama Hermes yang bertugas menafsirkan kehendak dewa dengan bantuan kata-kata manusia agar dapat dipahami oleh manusia sebab bahasa dewa tidak dapat dipahami oleh manusia. Hermes tidak lain adalah nabi idris. Tahrir (2004;8). Dari buku yang lain disebutkan hermeneutic diambil dari peran hermes, hermes sendiri adalah sebuah ilmu atau seni menginterpretasikan sebuah teks.
Hermenetik merupakan suatu metode penafsiran yang berangkat dari analisis bahasa dan kemudian melangkah ke analisis konteks, untuk kemudian menarik makna yang didapat didalam ruang dan waktu saat proses pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan.
Jika pendekatan hermenetik ini dilakukan pada Al-Qur’an maka, persoalan dan tema okok yang dihadapi adalah bagaimana teks Al-Qur’an hadir ditengah-tengah masyarakat lalu dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan, dan didialogkan sesuai dengan realitas historisnya.
Ketika asumsi-asumsi hermenetik diwujudkan pada ulumul Qur’an ada tiga variable yang harus diperhatikan yaitu teks, konteks, dan kontekstualisasi. Tentang teks sudah jelas ulumul-Qur’an telah membahasnya secara detail, seperti dalam sejarah pembukuan mushaf Al-Qur’an dengan metode riwayat. Kemudian konteks bidang kajiannya seperti asbabul nuzul, makiyyah-madaniyyah. Selanjutnya kontekstualisasi, kontekstualisasi ini adalah perangkat metodologis agar teks yang berasal dari masa lalu dapat dipahami dan bermanfaat bagi masa sekarang.
Disini kita mengambil contoh potong tangan yag terdapat dalam Al-Qur’an meski secara tegas dalam Al-Qur’an tertulis kewajiban hokum potong tangan bagi pencuri, namun hal itu dapat dipahami secara berbeda. Dalam pandangan hermenetik, pesan yang tidak terkatakan adalah adanya keadilan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Hak untuk memiliki suatu benda tidak boleh dicapai dengan mengesampingkan aturan-aturan yang ada. Pada saat ayat itu turun konteks social masyarakat ketika itu mengharuskan adanya hokum potong tangan bagi pencuri. Namun di zaman sekarang, dengan kondisi social masyarakat yang berbeda dengan kondisi social pada saat dahulu seperti yag terjadi di arab, maka substansi dari hokum potong tangan lebih dikedepankan. Dinegara kita, hokum potong tangan bagi pencuri digant dengan hukuman penjara, suatu upaya secara substansi sama dalam mencegah adanya pengulangan kejahatan yang sama.

Lihat Pula : Metode Rasional dalam Memahami Agama dan Filsafat
Sumber Referensi :
1.      Thahrir Lukman S. 2004. Studi Islam Indisipliner.  Yogyakarta : Penerbit Qitras

0 comments:

Post a Comment