Mengenai Saya 089661217321

advertisement

Powered by Blogger.
Home » » PANDANGAN AL-FARUQI TENTANG MANUSIA

PANDANGAN AL-FARUQI TENTANG MANUSIA



Manusia adalah makhluk Allah dan menjadi wakil-Nya di atas bumi. Pemenuhan moral kehendak Tuhan menuntut pemberian kebebasan kepada sang subyek untuk menerima atau menolaknya. Karena, hanya jika seseorang bebas dalam melakukannya, maka dapatlah itu disebut sebagai pemenuhan moral. Sedangkan jika perbuatan itu dilakukan secara tidak sadar, maka penerimaan itu hanyalah bersifat utilitarian, bukan moral; demikian pula jika berupa paksaan, hal itu malah tak bermoral, walaupun mempunyai nilai guna.
            Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena kemmungkinan yang dimilikinya. Dalam menciptakan manusia Allah telah membekalinya sesuai dengan yang dibutuhkan. Allah telah memberi dia mata untuk melihat, lidah dan bibir untuk berbicara dan berkomunikasi, telinga untuk mendengar, tangan dang anggota badan untuk berbuat, bergerak dan untuk mengadakan perubahan. Ia memberikan pengertian dan akal untuk menemukan dan menangkap hokum alam, mengingat dan membaca, menulis dan berbicara, untuk mengumpulkan dan memperkaya pengalaman dan kebijaksanaan. Dia menempatkan manusia di bumi yang didalamnya segala sesuatu selalu patuh, dalam arti di bawahkan pada tindakan manusia, dan mengalami perubahan sebagai akibat tindakan itu.  Di atas semua itu, Allah secara langsung menunjukan kehendak-Nya kepada manusia lewat wahyu. Seperti yang telah Allah turunkan kepada nabi-nabi terdahulu (Ibrahim, Musa, Isa dsb.) Suatu waktu wahyu itu akan mengalami perubahan sebagai akibat nafsu dan kebodohan manusia, dan memerlukan kembali rahmat Tuhan. Akhirnya dengan kenabian Muhammad saw. Ia menetapkan huruf-huruf serta kalimat-kalimat wahyu itu selamanya pasti terjaga,
            Wahyu adalah pernyataan seluruh nilai-nilai kehidupan. Ia mengandung pranata nilai-nilai dan prinsip-prinsip pengenalan, kedudukannya satu sama lain atau tingkatan-tingkatanya, dan hubungan deontologisnya terhadap kemanusiaan. Ada beberapa bidang dalam Al-qur’an yang dibicarakan dan itu harus dipahami kata demi kata, untuk bidang-bidang tertentu Al-qur’an tidak berbicara apa-apa, hal ini berarti pembebasan kepada manusia untuk membentuk permufakatan, bersama berubahnya waktu dan keadaan. Manusia mempunyai kemampuan untuk mengggali potensi diri dalam memahami Al-qur’an.
            Manusia lahir kedunia tanpa dosa. Islam merancang drama nasib manusia di bumi sesudah ia lahir, bukan sebelumnya. Tanpa kecuali sipapun orang tuanya, asal-usulnya, paman atau nenek moyangnya. Dalam Islam tidak ada dosa bawaan yang ditanggungkan kepada manusia. Islam juga membatasi tanggung jawab manusia hanya atas tindakan yang dilakukan dengan sadar dan suka rela. Jadi, jika manusia melakukan perbuatan atas dasar paksaan ataupun melakukannya karena keadaan tidak sadar maka tidak ada tanggung jawab atas perbuatannya itu.
           
Tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran dari pada pernyataan bahwa penyelamatan manusia adalah fait accompli, dilakukan secara sekaligus lewat kejadian penjelmaan-penyaliban-kebangkitan,sebagaimana pernyataan kaum savioris Kristen. Saviorisme ontologis berdasar teori yang didalamnya manusia kehilangan kebahagiaan azali dan mendepatkannya kembali lewat peristiwa penyelamatan ilahi sebagaimana dinyatakan dogma Kristen. Mereka yang telah diselamatkan. Pernyataan semacam ini justru merampas makna pencapaian karir manusia di bumi karena semua cita telah diraih dan semua yang harus dikerjakan, telah selesai.
            Ini bertentangan dengan Islam yang melihat karir manusia, yang merancang nasib setiap manusia setelah kelahiranya, bukan sebelumnya. Kewajiban manusia di bumi adalah mengabdi kepada Allah, mengabdi di dalam rumah-Nya (bumi)- suatu ungkapan ang pernah diucapkan oleh orang Mesopotamia kuno.
Islam memandang nilai etika bukan sebagai sesuatu yang netral atau bertentangan dengan proses kehidupan di bumi, melainkan malah sebagai penegasan dan peningkatannya di bawah hokum moral. 

0 comments:

Post a Comment